Monday, January 19, 2015
Perdarahan Otak
Definisi Perdarahan Intrakranial adalah perdarahan di dalam tulang tengkorak. Perdarahan bisa terjadi di dalam otak atau di sekeliling otak:
Perdarahan yang terjadi di dalam otak disebut perdarahan intraserebral Perdarahan diantara otak dan rongga subaraknoid disebut perdarahan subaraknoid
Perdarahan diantara lapisan selaput otak (meningen) disebut perdarahan subdural
Perdarahan diantara tulang tengkorak dan selaput otak disebut perdarahan epidural.
Setiap perdarahan akan menimbulkan kerusakan pada sel-sel otak. Ruang di dalam tulang tengkorak sangat terbatas, sehingga perdarahan dengan cepat akan menyebabkan bertambahnya tekanan dan hal ini sangat berbahaya.
Penyebab Cedera kepala merupakan penyebab yang paling sering ditemukan pada penderita perdarahan
intrakranial yang berusia dibawah 50 tahun. Penyebab lainnya adalah malformasi arteriovenosa, yaitu kelainan anatomis di dalam arteri atau vena di dalam atau di sekitar otak. Malformasi arteriovenosa merupakan kelainan bawaan, tetapi baru diketahui keberadaannya jika telah menimbulkan gejala. Perdarahan dari malformasi arteriovenosa bisa secara tiba-tiba menyebabkan pingsan dan kematian, dan cenderung menyerang remaja dan dewasa muda.
Kadang dinding pembuluh darah menjadi lemah dan menonjol, yang disebut dengan aneurisma. Dinding aneurisma yang tipis bisa pecah dan menyebabkan perdarahan. Aneurisma di dalam otak merupakan penyebab dari perdarahan intrakranial, yang bisa menyebabkan stroke hemoragik (stroke karena perdarahan). Macam-Macam Perdarahan Intrakranial Perdarahan Intraserebral Perdarahan intraserebral merupakan salah satu jenis stroke, yang disebabkan oleh adanya perdarahan ke dalam jaringan otak.
Perdarahan intraserebral terjadi secara tiba-tiba, dimulai dengan sakit kepala, yang diikuti oleh tanda-tanda kelainan neurologis (misalnya kelemahan, kelumpuhan, mati rasa, gangguan berbicara, gangguan penglihatan dan kebingungan). Sering terjadi mual, muntah, kejang dan penurunan kesadaran, yang bisa timbul dalam waktu beberapa menit. Biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI untuk membedakan stroke iskemik dengan stroke perdarahan. Pemeriksaan tersebut juga bisa menunjukkan luasnya kerusakan otak dan peningkatan tekanan di dalam otak. Pungsi lumbal biasanya tidak perlu dilakukan, kecuali jika diduga terdapat meningitis atau infeksi lainnya. Pembedahan bisa memperpanjang harapan hidup penderita, meskipun meninggalkan kelainan neurologis yang berat. Tujuan pembedahan adalah untuk membuang darah yang telah terkumpul di dalam otak dan untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak.
Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Stroke biasanya luas, terutama pada penderita tekanan darah tinggi menahun. Lebih dari separuh pendeirta yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah. Perdarahan Subaraknoid Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara otak dan selaput otak (rongga subaraknoid).
Sumber dari perdarahan adalah pecahnya dinding pembuluh darah yang lemah (apakah suatu malformasi arteriovenosa ataupun suatu aneurisma) secara tiba-tiba. Kadang aterosklerosis atau infeksi menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah sehingga pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling sering menyerang usia 25-50 tahun. Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah suatu cedera kepala. Perdarahan subaraknoid karena aneurisma biasanya tidak menimbulkan gejala. Kadang aneurisma menekan saraf atau mengalami kebocoran kecil sebelum pecah, sehingga menimbulkan pertanda awal, seperti sakit kepala, nyeri wajah, penglihatan ganda atau gangguan penglihatan lainnya. Pertanda awal bisa terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa minggu sebelum aneurisma pecah. Jika timbul gejala-gejala tersebut harus segera dibawa ke dokter agar bisa diambil tindakan untuk mencegah perdarahan yang hebat.
Pecahnya aneurisma biasanya menyebabkan sakit kepala mendadak yang hebat, yang seringkali diikuti oleh penurunan kesadaran sesaat. Beberapa penderita mengalami koma, tetapi sebagian besar terbangun kembali, dengan perasaan bingung dan mengantuk. Darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak akan mengiritasi selaput otak (meningen), dan menyebabkan sakit kepala, muntah dan pusing. Denyut jantung dan laju pernafasan sering naik turun, kadang disertai dengan kejang. Dalam beberapa jam bahkan dalam beberapa menit, penderita kembali mengantuk dan linglung. Sekitar 25% penderita memiliki kelainan neurologis, yang biasanya berupa kelumpuhan pada satu sisi badan. Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan CT scan, yang bisa menunjukkan lokasi dari perdarahan. Jika diperlukan, bisa dilakukan pungsi lumbal untuk melihat adanya darah di dalam cairan serebrospinal.
Angiografi dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan sebagai panduan jika dilakukan pembedahan. Sekitar sepertiga penderita meninggal pada episode pertama karena luasnya kerusakan otak. 15% penderita meninggal dalam beberapa minggu setelah terjadi perdarahan berturut-turut.
Penderita aneurisma yang tidak menjalani pembedahan dan bertahan hidup, setelah 6 bulan memiliki resiko sebanyak 5% untuk terjadinya perdarahan. Banyak penderita yang sebagian atau seluruh fungsi mental dan fisiknya kembali normal, tetapi kelainan neurologis kadang tetap ada. Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat. Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi tekanan.
Pembedahan untuk menyumbat atau memperkuat dinding arteri yang lemah, bisa mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari. Pembedahan ini sulit dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada penderita yang mengalami koma atau stupor. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan pembedahan dalam waktu 3 hari setelah timbulnya gejala. Menunda pembedahan sampai 10 hari atau lebih memang mengurangi resiko pembedahan tetapi meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan kembali.
Perdarahan Intrakranial Selama Kehamilan Perdarahan intrakranial jarang dijumpai dalam kehamilan, akan tetapi mempunyai mortalitas yang tinggi. Tersering perdarahan terjadi menjelang persalinan dan sesudahnya, jarang dalam masa persalinan, yang justru disertai tekanan darah paling tinggi. Terbanyak perdarahan intrakranial sifatnya subaraknoidal dan disebabkan oleh pecahnya aneurisma sirkulasi willisii, sebagian lain oleh angioma arteriovenosum dan diatesis hemoragik.
Perdarahan intrakranial dapat juga dijumpai setelah serangan eklampsia. Mula-mula penderita merasa nyeri kepala mendadak, terutama di bagian frontal dan oksipital, leher kaku, mual dan muntah, disusul kemudian oleh koma, kejang-kejang atau hemiplegia.
Diagnosis pasti dibuat dengan fungsi lumbal : ditemukan banyak eritrosit dalam liquor serebrospinalis. Funduskopi menunjukkan edema papil dan perdarahan. Angiografi yang dilakukan 4-5 hari setelah terjadinya perdarahan, dapat menentukan lokalisasi sumber perdarahan. Satu pertiga diantara penderita meninggal dalam 24 jam pertama. Diagnosis direferensial harus dibuat dengan eklampsia, meningitis, tumor otak, dan abses otak. Pengobatan sama dengan diluar kehamilan dan sebaiknya ditangani oleh spesialis bedah saraf. Apabila penderita dapat mengatasi serangan perdarahan, maka pengobatannya tanpa pembedahan, jikalau perlu, dilakukan operasi pada hari ke 7 setelah perdarahan. Apabila perdarahan terjadi dalam kehamilan lanjut, sebaiknya kehamilan diakhiri dengan seksio sesarea primer, setelah itu diberi pengobatan neurologik.
Pada perdarahan yang terjadi dalam masa persalinan, partusnya harus segera diselesaikan. Yang masih menjadi pertentangan adalah mengenai penanggulangan obstetrik wanita yang dapat mengatasi serangan perdarahan. Ada yang menganjurkan abortus buatan dan apabila kehamilannya sudah cukup bulan, seksio sesarea. Sebaliknya ada pula yang bersifat konservatif. Abortus tidak dilakukan. Partus kala I dibiarkan karena kontraksi-kontraksi uterus tidak meningkatkan tekanan liquor serebrospinalis, akan tetapi kala II sebaiknya diakhiri dengan cunam atau ekstraktor vakum. Seksio sesarea dilakukan hanya atas indikasi obstetrik.
Masalah lain yang harus dihadapi ialah apakah wanita yang pernah menderita perdarahan intrakranial boleh hamil lagi. Walaupun kehamilan agaknya tidak memperbesar kemungkinan berulangnya perdarahan dan tidak merupakan kontraindikasi mutlak, namun perlu disadari bahwa resiko selalu ada.
PERDARAHAN INTRAKRNIAL PADA NEONATUS Perdarahan intrakranial pada neonatus (PIN) tidak jarang dijumpai. PIN mempunyai arti penting karena dapat menyebabkan kematian atau cacat jasmani dan mental. Perdarahan Intrakrania ialah perdarahan dalam rongga kranium dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu. Sebabnya Perdarahan Intrakranial banyak. Sering Perdarahan Intrakranial tak dikenal/dipikirkan karena gejala-gejalanya tidak khas. Perdarahan Intrakranial meliputi
1. Perdarahan epidural,
2. Perdarahan subdural,
3. Perdarahan subaraknoid,
4. Perdarahan intraserebral/parenkim dan intraventrikuler
Penatalaksanaan dan penanggulangan Perdarahan Intrakranial Neontus masih kurang memuaskan. Untuk menurunkan angka kejadian perdarahan intrakranial neonatus, usaha yang lebih penting ialah profilaksis seperti perawatan prenatal, pertolongan persalinan dan perawatan postnatal yang sebaik-baiknya.
Pada umumnya prognosis perdarahan intrakranial neonatus tidak terlalu menggembirakan. INSIDENSI Dilaporkan angka berbeda-beda tentang insidensi PIN. Holt menemukan pada otopsi bayi-bayi lahir mati dan yang meninggal dalam 2 minggu pertama, 30% PI. Menurut Saxena 13,1% kematian perinatal oleh PI. Angka kematian PI pada bayi prematur 5x lebih tinggi daripada bayi cukup bulan (BCB). Laki-laki : perempuan = 5 : 2,7 (Saxena) 1,9 : 1 (Banerjee) ETIOLOGI
A. Trauma kelahiran:
1. Partus biasa. Pemutaran/penarikan kepala yang berlebihan. Disproporsi antara kepala anak dan jalan lahir sehingga terjadi mulase
2. Partus buatan (ekstraksi vakum, cunam).
3. Partus presipitatus.
B. Bukan trauma kelahiran:
Umumnya ditemukan pada bayi kurang bulan (BKB). Faktor dasar ialah prematuritas dan yang lain merupakan faktor pencetus PIN seperti hipoksia dan iskemia otak yang dapat timbul pada syok, infeksi intrauterin, asfiksia, kejang-kejang, kelainan jantung bawaan, hipotermi, juga hiperosmolaritas/hipernatremia Ada pula PIN yang disebabkan oleh penyakit perdarahan/gangguan pembekuan darah.
PATOGENESIS Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/ robekan pembuluh- pembuluh darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena trauma kelahiran,faktor dasar ialah prematuritas; pada bayi-bayi tersebut, pembuluh darah otak masih embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan pada beberapa tempat tertentu jalannya berkelok-kelok, kadang-kadang membentuk huruf U. Sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor- faktor pencetus (hipoksia/iskemia). Keadaan ini terutama terjadi pada perdarahan intraventrikuler/periventrikuler.
Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau vena meningika media antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini jarang ditemukan pada neonatus. Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis PIN yang banyak dijumpai pada BCB. Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena kortikal yang menghubungkan rongga subdural dengan sinus-sinus pada duramater.
Perdarahan subdural lebih sering pada Bayi Cukup Bulan daripada Bayi Kurang Bulan sebab pada Bayi Kurang Bulan vena-vena superfisial belum berkembang baik dan mulase tulang tengkorak sangat jarang terjadi. Perdarahan dapat berlangsung perlahan-lahan dan membentuk hematoma subdural. Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi hematoma retroserebeler. Gejala-gejala dapat timbul segera dapat sampai berminggu-minggu, memberikan gejala - gejala kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang obstetri, insidensi perdarahan subdural sudah sangat menurun.
Pada perdarahan subaraknoid, perdarahan terjadi di rongga subaraknoid yang biasanya ditemukan pada persalinan sulit. Adanya perdarahan subaraknoid dapat dibuktikan dengan fungsi likuor. Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam parenkim otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala yang sangat hebat (kecelakaan) Perdarahan intraventrikuler dalam kepustakaan ada yang gabungkan bersama perdarahan intraserebral yang disebut perdarahan periventrikuler
Dari semua jenis Perdarahan Intrakranial Neonatus, perdarahan periventrikuler memegang peranan penting, karena frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada bayi prematur. Sekitar 75–90% perdarahan peri ventrikuler berasal dari jaringan subependimal germinal matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral.
Pada perdarahan intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran darah ini, meninggikan tekanan pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah anyaman kapiler sehingga mudah ruptur.
Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat menyebabkan perdarahan intraventrikuler Hiperosmolaritas antara lain terjadi karena hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan/plasma ekspander. Keadaan ini dapat meninggikan tekanan darah otak yang diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah.
GAMBARAN KLINIK Gejala-gejala Perdarahan Intrakranial Neonatus tidak khas, dan umumnya sukar didiagnosis jika tidak didukung, oleh riwayat persalinan yang jelas.
Gejala-gejala berikut dapat ditemukan : Fontanel tegang dan menonjol oleh kenaikan tekananintrakranial, misalnya pada perdarahan subaraknoid. Iritasi korteks serebri berupa kejang-kejang, irritable,twitching, opistotonus. Gejala-gejala ini baru timbul beberapa jam setelah lahir dan menunjukkan adanya perdarahan subdural , kadang-kadang juga perdarahan subaraknoid oleh robekan tentorium yang luas. Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi. Pupil melebar, refleks cahaya lambat sampai negatif.Kadang-kadang ada perdarahan retina, nistagmus dan eksoftal-mus. Apnea: berat dan lamanya apnea bergantung pada derajatperdarahan dan kerusakan susunan saraf pusat. Apnea dapat berupa serangan diselingi pernapasan normal/takipnea dan sianosis intermiten. Cephalic cry (menangis merintih). Gejala gerakan lidah yang menjulur ke luar di sekitar bibir seperti lidah ular (snake like flicking of the tongue) menunjukkan perdarahan yang luas dengan kerusakan pada korteks Tonus otot lemah atau spastis umum. Hipotonia dapat berakhir dengan kematian bila perdarahan hebat dan luas. Jika perdarahan dan asfiksia tidak berlangsung lama, tonus otot akan segera pulih kembali. Tetapi bila perdarahan berlangsung lebih lama, flaksiditas akan berubah menjadi spastis yang menetap.
Kelumpuhan lokal dapat terjadi misalnya kelumpuhan otot-otot pergerakan mata, otot-otot muka/anggota gerak (monoplegi/hemiplegi) menunjukkan perdarahan subdural/ parenkim.
Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan: Gangguan kesadaran (apati, somnolen, sopor atau koma), Tidak mau minum, Menangis lemah, Nadi lambat/cepat. Kadang-kadang ada hipotermi yang menetap. Apabila gejala-gejala tersebut di atas ditemukan pada bayi prematur yang 24–48 jam sebelumnya menderita asfiksia, maka PI dapat dipikirkan.
Berdasarkan perjalanan klinik, Perdarahan Intrrakranial Neonatus dapat dibedakan 2 sindrom:
1. Saltatory Syndrome Gejala klinik dapat berlangsung berjam-jam/berhari-hari yang kemudian berangsur-angsur menjadi baik. Dapat serabuh sempurna tetapi biasanya dengan gejala sisa.
2. Catastrophic Syndrome. Gejala klinik makin lama makin berat, berlangsung beberapa menit sampai berjam-jam dan akhirnya meninggal.
PROGNOSIS Karena kemajuan obstetri, Perdarahan Intrakranial Neonatus oleh trauma kelahiran sudah sangat berkurang. Mortalitas Perdarahan Intrakranial Neonatus non traumatik 50–70%. Prognosis Perdarahan Intrakranial Neonatus bergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan, umur kehamilan, cepatnya didiagnosis dan pertolongan.
Pada perdarahan epidural terjadi penekanan pada jaringan otak ke arah sisi yang berlawanan, dapat terjadi herniasi unkus dan kerusakan batang otak. Keadaan ini dapat fatal bila tidak men dapat pertolongan segera.
Pada penderita yang tidak meninggal, dapat disertai spastisitas, gangguan bicara atau strabismus. Kalau ada gangguan serebelum dapat terjadi ataksi serebeler.
Perdarahan yang meliputi batang otak pada bagian formasi retikuler, memberikan sindrom hiperaktivitet. Pada perdarahan subdural akibat trauma, menurut Rabe dkk, hanya 40% dapat sembuh sempurna setelah dilakukan fungsi subdural berulang-ulang atau tindakan bedah. Perdarahan subdural dengan hilangnya kesadaran yang lama, nadi cepat, pernapasan tidak teratur dan demam tinggi, mempunyai prognosis jelek.
Pada perdarahan intraventrikuler, mortalitas bergantung pada derajat perdarahan. - Pada derajat 1–2 (ringan-sedang), angka kematian 10–25%, sebagian besar sembuh sempurna, sebagian kecil dengan sekuele ringan. - Pada derajat 3–4 (sedang-berat), mortalitas 50–70% dan sekitar 30% sembuh dengan sekuele berat. Sekuele dapat berupa cerebral palsy, gangguan bicara, epilepsi, retardasi mental dan hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan komplikasi paling sering (44%) dari perdarahan periventrikuler
DIAGNOSIS Diagnosis Perdarahan Intrakranial Neonatus sangat sukar, terutama bila tidak ada hubungan dengan trauma kelahiran karena gejala-gejalanya tidak khas. Khusus pada neonatus/BKB, sekitar 20% kasus dengan gejala- gejala yang diduga Perdarahan Intrakraial Neonatus , ternyata bukan. Oleh karena itu, PIN harus didiagnosis banding dengan beberapa penyakit pada neonatus yang memberikan gejala- gejala yang hampir sama, misalnya Infeksi pada bayi baru lahir/neonatus yang dapat memberikan gejala-gejala kesukaran bernapas (apnea, takipnea, sianosis), lemah (letargi), kejang-kejang, muntah dan lain-lain.
Untuk membedakan dengan PIN yaitu riwayat persalinan seperti ketuban pecah dini, infeksi perinatal pada ibu, ketuban keruh/berbau. Yang agak khas pada infeksi ialah - Hepato splenomegali, - Ikterus, - Pneumoni. Selain itu lekositosis. Tetanus neonatorum dengan kejang-kejang, dibedakan dengan PIN karena partus tetanus neonatorum umumnya oleh dukun. TN hampir selalu terjadi pada akhir minggu pertama, bayi mula-mula minum baik dan tiba-tiba sukar minum karena trismus dan gejala lain. Penyakit metabolisme (hipoglikemi) yang dapat memberikan kejang letargi. Ibunya penderita DM dan perlu pemeriksaan kadar glukosa darah bayi. Kecanduan obat dari ibu, antara lain bayi kejang - kejang akibat ketergantungan vitamin B karena ibunya sebelumnya mendapat pengobatan vitamin B dosis tinggi.
Dibedakan dengan Perdarahan Intrakranial Neonatus berdasarkan anamnesis dan pengobatan ex juvan- tibus pada bayi. Kelainan kongetinal saraf pusat memberikan gejala kejang dan letargi. Biasanya disertai kelainan kongenital lain, fungsi lumbal pada PIN kadang-kadang ada perdarahan.
Respiratory distress of the newborn dengan apnea, sianosis, retraksi sternum dan kosta, merintih (expiratory grunting), bradikardi, hipotermi, kejang - kejang, hipotoni. Dibedakan dengan Perdarahan Intrakranial Neonatus yaitu gejala gangguan pernapasan dan riwayat persalinan (ibu toksemia, seksio sesar, perdarahan antepartum dan lain-lain).
Lebih jelas, diagnosis Perdarahan Intrakranial Neonatus ditegakkan berdasarkan : - anamnesis: riwayat kehamilan, persalinan, prematuritas,keadaan bayi sesudah lahir dan gejala-gejala yang mencurigakan. - pemeriksaan fisik: adanya tanda-tanda PI, gejala-gejala : nerologik, fraktur tulang kepala dan tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial. - pemeriksaan laboratorium: likuor dan darah. - pemeriksaan penunjang: CT Scan USG dan foto kepala.
LABORATORIUM · Pemeriksaan likuor terutama untuk perdarahan subaraknoid dan intraventrikuler/periventrikuler. Tujuan fungsi lumbal pada PIN untuk diagnostik, sebagai pengobatan (mengurangi tekanan intrakranial) dan untuk mencegah komplikasi hidrose-falus (fungsi lumbal berulang-ulang).
Pada pemeriksaan likuor dapat dijumpai tekanan yang meninggi, warna merah/santokrom, kadar protein meninggi, kadar glukose menurun. Bila cairan likuor berdarah, dianjurkan CT Scan untuk mengetahui lokalisasi dan luasnya perdarahan. · Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan: Ø Tanda-tanda anemi posthemoragik Ø Analisa gas darah (02 dan CO2 ) Ø Gangguan pembekuan darah terutama pada PIN yang non traumatik. Mc Donald dkk mendapat kadar rendah fibrinogen, trombosit, antitrombin III faktor VIII 10. Faktor-faktor ini menjadi normal bila keadaan bayi membaik. · Foto kepala tidak dapat menunjukkan adanya perdarahan, hanya fraktur yang sukar dibedakan dengan sutura, lipatan-lipatan kulit kepala dan mulase. ·
Pemeriksaan ultrasonografi banyak digunakan. Berdasarkan USG, Burstein dkk menentukan derajat perdarahan intraventrikuler sebagai berikut Ø Derajat 0 : tidak ada perdarahan intrakranial. Ø Derajat I : perdarahan hanya terbatas pada daerah subependimal. Ø Derajat II : perdarahan intraventrikuler. Ø Derajat III : perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel. Ø Derajat IV : perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel dengan perluasan ke parenkim otak. Derajat I & II umumnya ringan, pada pemeriksaan ulangan 3-4 minggu kemudian biasanya tidak ditemukan kelainan lagi. Derajat III & IV umumnya berprognosis buruk, bila tidak meninggal akan disertai komplikasi berat seperti hidrosefalus. · Dengan computerized tomography (CT Scan) semua jenis. Perdarahan Intrakranial Neonatus dapat diketahui. Cara ini tidak secara rutin karena biayanya sangat mahal
PENATALAKSANAAN Diusahakan tindakan dibatasi untuk mencegah terjadinya kerusakan/kelainan yang lebih parah . Bayi dirawat dalam inkubator yang memudahkan observasi kontinu dan pemberian O2. Perlu diobservasi secara cermat:
1. suhu tubuh, derajat kesadaran, besarnya dan reaksi pupil, aktivitas motorik, frekuensi pernapasan, frekuensi jantung (bradikardi/takikardi), denyut nadi dan diuresis.
2. Diuresis kurang dari 1 ml/kgBB/jam berarti perfusi ke ginjal berkurang, diuresis lebih dari 1 ml/kgBB/jam menunjukkan fungsi ginjal baik
3. Menjaga jalan napas tetap bebas, apalagi kalau penderita dalam koma diberikan 02.
4. Bayi letak dalam posisi miring untuk mencegah aspirasi serta penyumbatan larings oleh lidah dan kepala agak ditinggikan untuk mengurangi tekanan vena serebral.
5. Pemberian vitamin K serta transfusi darah dapat dipertimbangkan.
6. Infus untuk pemberian elektrolit dan nutrisi yang adekuat berupa larutan glukosa (5–10%) dan NaCl 0,9% 4:1 atau glukosa 5–10%dan Nabik 1,5% 4:1.
7. Pemberian obat-obatan : - valium/luminal bila ada kejang-kejang.Dosis valium 0,3–0,5 mg/kgBB, tunggu 15 menit, kalau belum berhenti diulangi dosis yang sama; kalau berhenti diberikan luminal 10 mg/kgBB (neonatus 30 mg), 4 jam kemudian luminal per os 8 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari, selanjutnya 4 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sambil perhatikan keadaan umum seterusnya. - kortikosteroid berupa deksametason 0,5–1 mg/kgBB/24 jam yang mempunyai efek baik terhadap hipoksia dan edema otak - antibiotika dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, terutama bila ada manipulasi yang berlebihan. Fungsi lumbal untuk menurunkan tekanan intrakranial, mengeluarkan darah, mencegah terjadinya obstruksi aliran likuor dan mengurangi efek iritasi pada permukaan korteks.
8. Tindakan bedah darurat : Bila perdarahan/hematoma epidural walaupun jarang dilakukan explorative Burrhole dan bila positif dilanjutkan dengan kraniotomi, evakuasi hematoma dan hemostasis yang cermat . Pada perdarahan/hematoma subdural, tindakan explorative burrhole dilanjutkan dengan kraniotomi, pembukaan duramater, evakuasi hematoma dengan irigasi menggunakan cairan garam fisiologik. Pada perdarahan intraventrikuler karena sering terdapat obstruksi aliran likuor, dilakukan shunt antara ventrikel lateral dan atrium kanan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment